Identifikasi SIP Spesifik Lokasi IKM Bawang Goreng dan Petani Bawang di Kota Palu dan Kab. Donggala
Palu, Sulteng - Tim BSIP Sulteng lakukan identifikasi ke beberapa pelaku Industri Kecil Menengah (IKM) Bawang Goreng dan petani bawang di wilayah Kota Palu dan Kab. Donggala, pada Jumat-Sabtu (18-19 Agustus 2023). Kegiatan ini dilaksanakan sebagai rangkaian dari kegiatan Identifikasi Standar Instrumen Pertanian (SIP) Spesifik Lokasi Komoditas Hortikultura oleh BSIP Sulteng tahun 2023 ini. Pelaksana kegiatan antara lain Mardiana, SP., M.Si selaku ketua tim dan penanggung jawab kegiatan, serta Muh. Abid, SP., MP, dan Asnidar, SP selaku anggota tim. Identifikasi ini dilakukan untuk memperoleh data-data pendukung berkaitan dengan kebutuhan SIP spesifik lokasi, khususnya komoditas Bawang Merah Lokal Palu. Adapun pelaku IKM Bawang Goreng yang menjadi sasaran survei dan identifikasi adalah IKM UD. Sri Rejeki dan IKM CV. Raja Bawang yang berada di Kota Palu.
Astuti, pimpinan IKM UD. Sri Rejeki menuturkan bahwa produk bawang goreng yang dihasilkannya diolah dari bahan-bahan yang berkualitas tinggi, seperti bahan baku utama yakni bawang khas palu atau bawang batu yang sudah dikenal selama ini tumbuh di lembah palu dan memiliki keunggulan kadar air rendah. Selain itu, bahan pendukung lainnya seperti minyak goreng yang digunakan juga yang sudah terstandar (bukan minyak goreng curah). Usaha bawang goreng oleh IKM Sri Rejeki sudah berjalan selama 23 tahun dengan jangkauan pemasaran secara regional dan baru 6 bulan menerapkan pemenuhan persyaratan standar SNI : 7713-2013 tentang bawang merah goreng.
Sementara itu, Prayitno pimpinan IKM CV. Raja Bawang mengungkapkan bahwa usaha bawang goreng yang dilakoninya telah berjalan 20 tahun, kriteria usaha kecil dengan kapasitas produksi 350 kg per hari atau tergantung bahan baku, jangkauan pemasarannya lokal 75% dan regional 25%. IKM Raja Bawang sejak tahun 2019 telah menerima Sertifikat Produk Penggunaan Tanda SNI (SPPT-SNI) untuk komoditi Bawang Merah Goreng (SNI : 7713-2013).
Selain pelaku IKM yang sudah bersertifikat SNI, survei dan identifikasi juga dilakukan di kelompok tani yang telah mengelola usaha bawang goreng seperti kelompok wanita tani Bunga Bawang yang berada di Desa Wombo Kalonggo, Kec. Tanantovea Kab. Donggala. Kelompok ini telah mengelola usaha bawang goreng yang sudah berjalan selama 9 tahun, namun skala usahanya masih tergolong usaha mikro dengan kapasitas produksi 350 kg per minggu. Hingga saat ini jangkauan pemasaran produk secara lokal (pasar inpres), masih menggunakan sertifikat P.IRT dan belum terdaftar SNI. Sementara hasil survei di tingkat petani bawang di Desa Labuan Toposo Kec. Labuan Kab. Donggala, diperoleh informasi bahwa sebagian besar petani di wilayah tersebut selama ini telah bermitra dengan beberapa IKM, termasuk yang telah disebutkan sebelumnya.
Dari hasil wawancara diketahui pula beberapa kendala yang dihadapi petani dalam budidaya bawang seperti adanya serangan OPT (hama ulat) pada pertanaman bawang. Hal ini menyebabkan kekhawatiran para petani untuk melakukan penanaman bawang merah secara berkesinambungan. Oleh karena itu, para petani bawang berharap adanya pendampingan teknologi budidaya bawang merah yang sesuai standar, agar petani dapat meningkatkan produktivitas dan daya saing hasilnya, sehingga pada akhirnya meningkatkan pula pendapatan usaha taninya. (Rs)